Kamis, 1 Desember 2022

MediaPalu.com, Opini – Kemarin saya menerima informasi yang diawali dengan sebuah video tawuran di lingkungan kampus di lingkup fakultas yang sama.

Lalu video itu tersebar dan mendapat komentar dari banyak alumni dan ‘orang luar’. Pendapat bermacam – macam muncul, setidaknya ada 2 kelompok pendapat.

Yang pertama mengatakan bahwa hal itu sudah jadi kebiasaan sehingga biarkan saja, toh ada juga aparat keamanan yang mengurus.

Kelompok kedua berpendapat bahwa itu tidak bisa dibiarkan dan harus dicari jalan keluarnya.

Sebagai mantan ketua badan eksekutif mahasiswa, saya tergerak ikut memberikan pendapat dan diagnosa atas peristiwa tersebut, apalagi itu almamater saya. Ya, saya adalah salah satu alumninya.

Dalam setiap permasalahan selalu ada 2 hal yang harus bisa kita bedakan dan identifikasi, yakni sumber masalah dan pemicu masalah.

Pemicu masalah kali ini adalah soal sepele, yaitu seorang yang mahasiswa yang kehilangan helm lalu terjadi selisih pendapat yang berakhir tawuran. Berdasarkan info terbaru, ada juga yang mengatakan ini berawal dari laga futsal yang dilakukan beberapa waktu sebelumnya. Pemicu biasanya bisa apa saja yang sepele.

Terkait sumber masalah, menurut hemat saya ini terkait pembinaan lingkungan sosial kampus yang mestinya didekati dengan pemahaman yang baik akan kondisi psikososialnya.

Situasi adik – adik kita bisa didekati dengan teori Maslow (Hirarki Kebutuhan Maslow), yang menjelaskan tentang kebutuhan individu yang kurang dipahami sehingga tidak terpenuhi.

HIRARKI KEBUTUHAN MASLOW

Abraham Maslow berpendapat bahwa dalam mencapai tingkatan kebutuhannya, seseorang dapat menggunakan kuasa motivasi untuk mendorong mereka dalam mencapai tingkat kebutuhan di tingkat selanjutnya.

Ada dua jenis kuasa motivasi yang dapat digunakan oleh seorang individu dalam memenuhi kebutuhan mereka, yaitu menggunakan _deficiency growth_ atau dapat diartikan sebagai motivasi kekurangan dan _motivation growth_ atau dapat diartikan sebagai motivasi perkembangan.

Kedua jenis motivasi ini memiliki artinya tersendiri. Untuk motivasi kekurangan diartikan sebagai usaha yang dilakukan individu dalam proses pemenuhan kekurangan mereka.

Lalu untuk motivasi perkembangan dapat diartikan sebagai motivasi yang secara alami muncul dari dalam diri individu tersebut dan berguna untuk membuat seorang individu menjadi lebih semangat dalam meraih keinginan dan tujuan mereka.

Teori Hierarki Kebutuhan Maslow memuat mengenai tingkatan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap individu.

Tingkatan kebutuhan tersebut diawali dengan kebutuhan dasar seperti:

1. kebutuhan fisiologi manusia,
2. kebutuhan rasa aman,
3. kebutuhan merasakan kasih sayang (bersosialisasi),
4. kebutuhan mendapatkan penghargaan/ pencapaian, dan tingkat paling atas adalah
5. kebutuhan mengaktualisasikan diri.

Menurut hematku, poin 1 – 3 telah terpenuhi dengan baik di lingkungan keluarga dan pergaulan mereka di masyarakat, tinggal bagaimana kita memenuhi poin 4 dan 5.

Maksud dari kata penghargaan (poin 4) disini adalah harga diri. Harga diri didapat dari penghargaan terhadap diri sendiri dan penghargaan dari orang lain. Kampus seharusnya bisa menciptakan kondisi sosial yang didasari pada tujuan terpenuhinya penghargaan atas individu – individu mahasiswa yang ada dalam dalamnya.

Sudahkah proses di kampus berusaha memenuhi ini?

Kebutuhan tingkat tertinggi, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Kebutuhan ini dapat tercapai apabila seorang individu berhasil memenuhi keempat kebutuhan sebelumnya.

Aktualisasi diri dapat diartikan sebagai wujud sesungguhnya untuk mencerminkan harapan serta keinginan seorang individu terhadap dirinya sendiri. Dalam penggambaran aktualisasi diri yang diberikan oleh Abraham Maslow, aktualisasi diri ini berperan sebagai kebutuhan seorang individu untuk memutuskan keinginan mereka.

Untuk mengaktualisasikan diri bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan. Karena dalam memenuhi kebutuhan ini, seorang individu haruslah *mendapatkan dukungan yang cukup* dari berbagai pihak, termasuk kampus.

Dampak yang terjadi apabila kebutuhan pada tingkat akhir ini tidak terpenuhi adalah timbulnya perasaan tidak nyaman, marah, kegelisahan, tegang, minder, dan lain sebagainya yang biasanya membutuhkan pelampiasan emosional.

Model pembelajaran yang dikembangkan di kampus di era ini menuntut banyak dari seorang mahasiswa, mulai dari kesiapan mental, fisik, finansial, intelenjensia yang notabebe semua itu adalah berasap dari luar individu mahasiswa tersebut.

Padahal di saat bersamaan individu mahasiswa secara alamiah juga harus memenuhi kebutuhannya berdasarkan hirarki Maslow tersebut.

Kembali ke teori awal tadi, sudahkah kampus memberikan lingkungan sosial yang cukup untuk memenuhi kebutuhan akan pengakuan penghargaan dan aktualisasi diri? Seberapa banyak usaha kita yang kita habiskan untuk mencoba memahami mereka? Sudahkah usaha – usaha itu tepat sehingga berhasil?

Ini masalah kita bersama yang harus kita jawab juga bersama – sama.

Ir. Alamsyah P. Palenga
Alumnus FT Untad 98

By Admin